{[['']]}
Kiai Sabuk Inten, Keris Legendaris Simbol Kejayaan
Salah satu Keris legendaris dari zaman peralihan Majapahit dan Demak Bintoro adalah Kiai Sabuk Inten. Keris Kiai Sabuk Intent berluk 11 ini muncul dan terkenal bersama Keris Kiai Nogososro. Dua keris ini disebut-sebut sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Dua keris ini adalah maha karya cipta Mpu Supo.
Banyak versi telah mengungkap cerita legenda Keris Nogososro dan Sabuk Inten. Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih menarik minat seseorang untuk memilikinya karena keris tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu pemilik keris Sabuk Inten berpamor Beras Wutah, Sapto Utomo, SH. Pria kelahiran Klaten 49 tahun yang lalu yang kini tinggal di Bekasi ini mengatakan bahwa memang salah fungsi atau khasiat keris ini adalah bisa membantu mendatangkan rejeki. “begitulah, saya kira masalah fungsi keris ini bukan sekedar kepercayaan atau keyakinan. Saya membuktikannya sendiri bahwa keris Sabuk inten ini bisa membantu saya mendapatkan berbagai peluang usaha atau bisa dikatakan membantu memperlancar rejeki”, kata Sapto kepada Info Mistik, 19/02/2013.
Mengenai asal-usul ia mendapatkan keris tersebut, Sapto berbagi cerita kepada infomistik. “waktu itu, delapan tahun yang lalu saya lagi susah banget mas, pekerjaan tidak jelas, saya luntang-lantung kesana kemari, secara ekonomi hidup saya sangat memprihatinkan. Ada hal yang sangat saya syukuri bahwa Alhamdulillah Allah SWT masih menjaga iman yang ada di dalam hati kami sekeluarga. Alhamdulillah mas, sehingga saya tidak sampai menggadaikan iman hanya untuk sekedar makan. Dari situ saya merenung dan menangis menghadap Tuhan untuk minta jalan keluar dari segala kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga saya”, cerita Sapto.
“waktu itu, pas malam jum’at jam 12 malam, bulan mulud sekitar delapan tahun yang lalu saya didatangi almarhum guru saya. Guru saya memerintahkan saya untuk berpuasa di siang hari dan shalat hajat di malam harinya selama tiga hari dimulai dari hari selasa dan selesai hari Kamis. Saya jalankan perintahnya. Dan setelah selesai berpuasa tiga hari, pada hari terakhir yaitu pas Kamis malam Jum’at saya shalat hajat dan berdo’a. Selesai saya berdo’a, guru saya datang menghampiri saya dan menyerahkan keris ini kepada saya” tambah Sapto.
“pagi harinya, pas hari Jum’at sehabis shalat shubuh, salah satu tetangga saya datang minta tolong saya untuk membantunya menyelesaikan beberapa pekerjaannya, dan Alhamdulillah sampai sekarang saya dipercaya membantu usaha keluarga mereka. Dengan sendirinya masalah ekonomi keluarga saya terbantu juga mas”. Tambah Sapto.
Mpu Djeno Harumbrodjo, salah satu keturunan ke-17 Mpu Supo-Majapahit mengatakan kepada infomistik bahwa pada dasarnya keris berdapur Sabuk Inten semuanya berluk 11. Ini berbeda dengan keris Condong Campur yang terdapat dua versi, berluk 13 dan tanpa luk atau lurus. Keris Sabuk Inten, terang Mpu Djeno, hanya berbeda tipis dengan Keris Condong Campur atau Nogososro. Ciri khas keris berdapur Sabuk Inten adalah luk 11, dengan dua jalu memet dan dua lambe gajah. Pada bilahnya tidak terdapat sogokan. Ada pun pamornya bisa Beras Wutah, Udan Mas, Blarak Sineret, Ron Genduru dan banyak lagi. Sedangkan gagang dan warangka, menurutnya, tidak begitu signifikan sebagai pembeda. “Yang penting dari sebilah keris adalah wilah atau bilah dan ricikan serta pamornya”, kata Mpu Djeno.
Perbedaan jenis pamor, lanjut Mpu Djeno, juga berdampak pada perbedaan tuah keris. Beras Wutah merupakan pamor untuk menghasilkan kelancaran rejeki, Udan Mas cocok untuk para pebisnis dan Blarak Sineret untuk kewibawaan. Namun, beberapa pamor keris dengan nama berbeda seringkali sama tuahnya, misalnya pamor Beras Wutah dan Udan Mas. Sedangkan pamor Blarak Sineret dan Ron Genduru juga sama tuahnya, yakni untuk kewibawaan.
Mpu Djeno mengatakan, jenis pamor yang multi tuah dan makna itu kemudian dipertegas dengan jumlah luk-nya. Luk 11 pada intinya merupakan lambang kedinamisan dan semangat pantang menyerah untuk menggapai tujuan. Dengan demikian, Keris Sabuk Inten dengan luk 11 dan pamor Beras Wutah, menjadi tegas makna dan tuahnya sebagai keris yang berperbawa besar untuk sebuah kemuliaan atau kejayaan dan semangat pantang menyerah.
Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha, atau pedagang pada zaman dahulu.
Salah satu Keris legendaris dari zaman peralihan Majapahit dan Demak Bintoro adalah Kiai Sabuk Inten. Keris Kiai Sabuk Intent berluk 11 ini muncul dan terkenal bersama Keris Kiai Nogososro. Dua keris ini disebut-sebut sebagai warisan zaman Majapahit. Keduanya bahkan sering disebut dalam satu rangkaian Nogososro-Sabuk Inten. Tak lain karena kedua keris ini diyakini sebagai sepasang lambang karahayon atau kemakmuran sebuah kerajaan. Nogososro mewakili wahyu keprabon yang hilang dari tahta Demak dan Sabuk Inten mewakili kemuliaan dan kejayaannya. Dua keris ini adalah maha karya cipta Mpu Supo.
Banyak versi telah mengungkap cerita legenda Keris Nogososro dan Sabuk Inten. Namun di zaman modern seperti sekarang, keris berdapur Sabuk Inten lebih menarik minat seseorang untuk memilikinya karena keris tersebut diyakini bisa melancarkan rejeki dan mendatangkan kemuliaan.
Hal ini dibenarkan oleh salah satu pemilik keris Sabuk Inten berpamor Beras Wutah, Sapto Utomo, SH. Pria kelahiran Klaten 49 tahun yang lalu yang kini tinggal di Bekasi ini mengatakan bahwa memang salah fungsi atau khasiat keris ini adalah bisa membantu mendatangkan rejeki. “begitulah, saya kira masalah fungsi keris ini bukan sekedar kepercayaan atau keyakinan. Saya membuktikannya sendiri bahwa keris Sabuk inten ini bisa membantu saya mendapatkan berbagai peluang usaha atau bisa dikatakan membantu memperlancar rejeki”, kata Sapto kepada Info Mistik, 19/02/2013.
Mengenai asal-usul ia mendapatkan keris tersebut, Sapto berbagi cerita kepada infomistik. “waktu itu, delapan tahun yang lalu saya lagi susah banget mas, pekerjaan tidak jelas, saya luntang-lantung kesana kemari, secara ekonomi hidup saya sangat memprihatinkan. Ada hal yang sangat saya syukuri bahwa Alhamdulillah Allah SWT masih menjaga iman yang ada di dalam hati kami sekeluarga. Alhamdulillah mas, sehingga saya tidak sampai menggadaikan iman hanya untuk sekedar makan. Dari situ saya merenung dan menangis menghadap Tuhan untuk minta jalan keluar dari segala kesulitan ekonomi yang dihadapi keluarga saya”, cerita Sapto.
“waktu itu, pas malam jum’at jam 12 malam, bulan mulud sekitar delapan tahun yang lalu saya didatangi almarhum guru saya. Guru saya memerintahkan saya untuk berpuasa di siang hari dan shalat hajat di malam harinya selama tiga hari dimulai dari hari selasa dan selesai hari Kamis. Saya jalankan perintahnya. Dan setelah selesai berpuasa tiga hari, pada hari terakhir yaitu pas Kamis malam Jum’at saya shalat hajat dan berdo’a. Selesai saya berdo’a, guru saya datang menghampiri saya dan menyerahkan keris ini kepada saya” tambah Sapto.
“pagi harinya, pas hari Jum’at sehabis shalat shubuh, salah satu tetangga saya datang minta tolong saya untuk membantunya menyelesaikan beberapa pekerjaannya, dan Alhamdulillah sampai sekarang saya dipercaya membantu usaha keluarga mereka. Dengan sendirinya masalah ekonomi keluarga saya terbantu juga mas”. Tambah Sapto.
Mpu Djeno Harumbrodjo, salah satu keturunan ke-17 Mpu Supo-Majapahit mengatakan kepada infomistik bahwa pada dasarnya keris berdapur Sabuk Inten semuanya berluk 11. Ini berbeda dengan keris Condong Campur yang terdapat dua versi, berluk 13 dan tanpa luk atau lurus. Keris Sabuk Inten, terang Mpu Djeno, hanya berbeda tipis dengan Keris Condong Campur atau Nogososro. Ciri khas keris berdapur Sabuk Inten adalah luk 11, dengan dua jalu memet dan dua lambe gajah. Pada bilahnya tidak terdapat sogokan. Ada pun pamornya bisa Beras Wutah, Udan Mas, Blarak Sineret, Ron Genduru dan banyak lagi. Sedangkan gagang dan warangka, menurutnya, tidak begitu signifikan sebagai pembeda. “Yang penting dari sebilah keris adalah wilah atau bilah dan ricikan serta pamornya”, kata Mpu Djeno.
Perbedaan jenis pamor, lanjut Mpu Djeno, juga berdampak pada perbedaan tuah keris. Beras Wutah merupakan pamor untuk menghasilkan kelancaran rejeki, Udan Mas cocok untuk para pebisnis dan Blarak Sineret untuk kewibawaan. Namun, beberapa pamor keris dengan nama berbeda seringkali sama tuahnya, misalnya pamor Beras Wutah dan Udan Mas. Sedangkan pamor Blarak Sineret dan Ron Genduru juga sama tuahnya, yakni untuk kewibawaan.
Mpu Djeno mengatakan, jenis pamor yang multi tuah dan makna itu kemudian dipertegas dengan jumlah luk-nya. Luk 11 pada intinya merupakan lambang kedinamisan dan semangat pantang menyerah untuk menggapai tujuan. Dengan demikian, Keris Sabuk Inten dengan luk 11 dan pamor Beras Wutah, menjadi tegas makna dan tuahnya sebagai keris yang berperbawa besar untuk sebuah kemuliaan atau kejayaan dan semangat pantang menyerah.
Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha, atau pedagang pada zaman dahulu.
Posting Komentar