{[['']]}
Kyai Sengkelat adalah nama sebuah keris pusaka luk tiga belas karya Mpu Supa Mandagri yang dibuat pada jaman Majapahit (1466–1478), yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V). Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan untuk membuat Kyai Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat. Ketika besi itu ditanyakan berasal dari mana, dijawab lah bahwa besi itu milik Nabi Muhammad SAW. Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat menjadi sebilah pedang.
Namun, Mpu Supa merasa sayang jika besi tosan aji tersebut dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama Kyai Sengkelat. Setelah selesai dibuat, maka keris tersebut diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Sunan Ampel menghendaki besi itu dijadikan pedang yang lebih cocok dengan budaya Arab, tempat asal agama Islam, sedang keris merupakan budaya Jawa yang berbau Hindu. Maka oleh Sunan Ampel menyarankan agar Keris Kyai Sengkelat tersebut diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V melihat keris Kyai Sengkelat tersebut, sang Prabu sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan setelah diterimanya, keris tersebut menjadi salah satu Pusaka Kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru kerajaan Majapahit yang bernama Kyai Sengkelat itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan kersi tersbut berhasil dicuri.
Raja Majapahit kemudian memberi tugas kepada Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. Dalam menjalankan tugasnya, Mpu Supa menyamar sebagai seorang pandai besi yang membuat berbagai alat pertanian dan mengganti namanya menjadi Ki Nambang.
Di samping pandai membuat alat pertanian, beliau juga membuat tombak, pedang dan keris yang kemudian dipamerkan di tempat-tempat keramaian di Blambangan. Seketika pameran tersebut memancing perhatian banyak orang. Banyak sekali pesanan datang dari para pejabat kadipaten Blambangan. Termasuk patih Adipati Blambangan yang memesan Keris Carangsoka.
Akhirnya sang adipati Blambangan menyaksikan keris ciptaan Ki Nambang, sebilah keris Carangsoka yang sangat bagus dan ampuh. Ketika ditusukkan ke pohon pisang, seketika itu seluruh daun pisang menjadi layu. Karenanya sang Mpu di undang untuk menghadap ke kadipaten guna membicarakan suatu hal yang rahasia.
Ternyata setelah Ki Nambang datang menghadap, didapatnya tugas untuk membuat atau tiruan Kangjeng Kyai Puworo (Keris Sengkelat). Ki Nambang alias Mpu Supa dengan siasatnya meminta disediakan perahu untuk membuat tiruan Kyai Sengkelat dengan alasan percikan bunga api besi bahan kerisnya tidak menimbulkan bencana bagi rakyat Blambangan.
Singkat cerita, akhirnya rencana mendapatkan kembali keris pusaka Majapahit itu berhasil tanpa harus menimbulkan kecurigaan dan pertumpahan darah. Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi se orang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri, serta mendapatkan gelar kebangsawanan sebagai Kangjeng Pangeran berikut tanah perdikan di Desa Pitrang. Maka namanya pun berubah menjadi Kanjeng Pangeran Pitrang yang bekerja sebagai mpu kadipaten Blambangan.
Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan membuat keris.
Namun, Mpu Supa merasa sayang jika besi tosan aji tersebut dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama Kyai Sengkelat. Setelah selesai dibuat, maka keris tersebut diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Sunan Ampel menghendaki besi itu dijadikan pedang yang lebih cocok dengan budaya Arab, tempat asal agama Islam, sedang keris merupakan budaya Jawa yang berbau Hindu. Maka oleh Sunan Ampel menyarankan agar Keris Kyai Sengkelat tersebut diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V melihat keris Kyai Sengkelat tersebut, sang Prabu sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan setelah diterimanya, keris tersebut menjadi salah satu Pusaka Kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru kerajaan Majapahit yang bernama Kyai Sengkelat itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan kersi tersbut berhasil dicuri.
Raja Majapahit kemudian memberi tugas kepada Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. Dalam menjalankan tugasnya, Mpu Supa menyamar sebagai seorang pandai besi yang membuat berbagai alat pertanian dan mengganti namanya menjadi Ki Nambang.
Di samping pandai membuat alat pertanian, beliau juga membuat tombak, pedang dan keris yang kemudian dipamerkan di tempat-tempat keramaian di Blambangan. Seketika pameran tersebut memancing perhatian banyak orang. Banyak sekali pesanan datang dari para pejabat kadipaten Blambangan. Termasuk patih Adipati Blambangan yang memesan Keris Carangsoka.
Akhirnya sang adipati Blambangan menyaksikan keris ciptaan Ki Nambang, sebilah keris Carangsoka yang sangat bagus dan ampuh. Ketika ditusukkan ke pohon pisang, seketika itu seluruh daun pisang menjadi layu. Karenanya sang Mpu di undang untuk menghadap ke kadipaten guna membicarakan suatu hal yang rahasia.
Ternyata setelah Ki Nambang datang menghadap, didapatnya tugas untuk membuat atau tiruan Kangjeng Kyai Puworo (Keris Sengkelat). Ki Nambang alias Mpu Supa dengan siasatnya meminta disediakan perahu untuk membuat tiruan Kyai Sengkelat dengan alasan percikan bunga api besi bahan kerisnya tidak menimbulkan bencana bagi rakyat Blambangan.
Singkat cerita, akhirnya rencana mendapatkan kembali keris pusaka Majapahit itu berhasil tanpa harus menimbulkan kecurigaan dan pertumpahan darah. Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi se orang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri, serta mendapatkan gelar kebangsawanan sebagai Kangjeng Pangeran berikut tanah perdikan di Desa Pitrang. Maka namanya pun berubah menjadi Kanjeng Pangeran Pitrang yang bekerja sebagai mpu kadipaten Blambangan.
Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan membuat keris.
Posting Komentar